Jakarta, bimasislam--
Sukses dengan launching beberapa aplikasi Bimas Islam pada tahun sebelumnya,
tahun ini kembali melaunching dua aplikasi terbarunya. Sistem Informasi
Manajemen Nikah dan Sistem Informasi Masjid. Kedua aplikasi ini merupakan
pengembangan dari Sistem Informasi Bimas Islam (SIMBI), sehingga seluruh
aplikasi akan menginduk pada satu jenis layanan Informasi.
SIMAS dibangun dilatarbelakangi oleh data masjid nasional
yang masih membutuhkan akurasi tinggi, dari sinilah kemudian dibangun
sebuah aplikasi masjid berbasis Sistem Informasi Geografis sehingga jumlah
dan letak suatu masjid dapat diketahui secara cepat dan tepat. Berbeda dengan
SIMAS, SIMKAH lebih dahulu lahir pada tahun 2006 dan mengalami
pengembangan dari tahun ketahun dimana pilot project saat itu dioperasikan pada
sebelas Kantor Urusan Agama di jakarta. Hingga saat ini kurang lebih 2.000 KUA
sudah menggunakan fasilitas ini, dan ditargetkan seluruh KUA sebanyak 5.382
sudah mengoperasikan SIMKAH pada tahun 2017.
Dalam sambutannya, Dirjen Bimas Islam, Prof. Dr. H. Abdul
Djamil, MA bersyukur dan mengapresiasi atas inisiatif dilaunchingnya kedua
aplikasi ini "Masjid merupakan mata rantai Bimas Islam, dan Bimas Islam
menjadi jantungnya Kementerian Agama sehingga wajah masjid adalah
miniatur keberhasilan Bimas Islam" tuturnya. Seluruh aspek kehidupan umat
Islam berada pada Bimas Islam dan sebagian besar organ Bimas Islam berada pada
tubuh KUA. Isu gratifikasi di lingkungan KUA merupakan momok tahunan, hal
inilah kemudian KUA dituntut untuk migrasi pelayanan berbasis sistem informasi.
Bimas Islam juga berusaha memberikan dukungan sarana prarana serta dana untuk
mengatasi masalah ini.
Pada tahun depan Bimas Islam mengusulkan tambahan anggaran untuk
memberikan kontribusi kepada penghulu sebagai upaya preventif terjadinya
gratifikasi. Pola penganggaran membagi empat tipologi KUA (A, B, C, D) yang
digolongkan berdasarkan jumlah peristiwa nikah dan medan/jarak wilayah KUA
menuju lokasi akad nikah dilangsungkan. Sehingga kedepan penghulu akan
mendapatkan tambahan honor dari transportasi sebesar Rp.110 ribu dan jasa
profesi sedikitnya Rp.250 ribu per-peristiwa yang ditanggung oleh pemerintah.
Jika usulan ini diterima, tidak ada alasan lagi penghulu menerima tambahan dari
luar. (tom/foto:bimas
islam)